Laman

Rabu, 07 Agustus 2013

Ritual Atau Hanya Sekedar Kata?


by Ruri Alifia R.

LEBARAN adalah momen paling mendukung untuk saling bermaafan. Pada keluarga, handai-taulan hingga teman di pelosok desa. Semua kaum muslim--bahkan beberapa golongan lain--turut meramaikan. Dari linimasa twitter, facebook yang penuh dengan 'Minal Aidzin Wal Faidzin,' kemudian getaran handphone yang tak kunjung berhenti, lalu broadcast di chatting area sampai paling kuno sekalipun yaitukartu ucapan.
Sangat identik sekali, ya, bahwa lebaran sama dengan ritual maaf-memaafkan. Tidak peduli tulus dari hati atau hanya sebatas simbolisasi. Sing penting njaluk sepuro disek!Begitu orang Surabaya acap menyebutnya. Tapi apa memang harus sedemikian rupa?
Harusnya tidak perlu ada kata maaf karena kita sendirilah pihak yang mesti mengikhlaskan. Harusnya ada peningkatan kesadaran. Yang lebih penting lagi, harusnya kita belajar bahwa tempat untuk 'mengulang semua dari awal' bukan hanya pada lebaran saja.
Bukan maksud menggurui, sih. Tapi percuma, dong, menempatkan ritual semacam ini jika akhirnya hanya sebagai formalitas. Mendapati diri tertawa geli saat momen itu berlalu digantikan dengan perlakuan buruk yang dulu. Lalu dimana letak hikmah Ramadhan kalau begitu? Jadi bias, kan?
Ramadhan adalah waktu untuk memperbaiki diri. Lebaran merupakan tempat kita lahir kembali. Jika semua dilakukan dari hati, maaf bukan hanya sekedar kata lagi. Tapi jauh lebih berarti karena semua sudah mengerti juga sadar diri.
Semoga kita semua bisa diberi kesehatan untuk merayakan Ramadhan tahun depan, ya!
SELAMAT IDUL FITRI 1434 H!
Mari saling memaafkan dan berkarya lebih banyak lagi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar